Kain
tapis adalah pakaian wanita suku
Lampung yang berbentuk kain sarung terbuat dari tenun benang kapas dengan motif atau hiasan bahan sugi,
benang perak atau benang emas dengan sistem sulam (Lampung;
"Cucuk").
Dengan
demikian yang dimaksud dengan Tapis Lampung adalah hasil tenun benang kapas dengan motif, benang perak
atau benang emas dan menjadi pakaian khas suku Lampung. Jenis tenun ini
biasanya digunakan pada bagian pinggang ke bawah berbentuk sarung yang terbuat
dari benang kapas dengan motif seperti motif alam, flora dan fauna yang disulam dengan benang emas dan benang perak.
Tapis
Lampung termasuk kerajian tradisional karena peralatan yang digunakan dalam
membuat kain dasar dan motif-motif hiasnya masih sederhana dan dikerjakan oleh
pengerajin. Kerajinan ini dibuat oleh wanita, baik ibu rumah tangga maupun
gadis-gadis (muli-muli) yang pada mulanya untuk mengisi waktu senggang dengan
tujuan untuk memenuhi tuntutan adat istiadat yang dianggap sakral. Kain Tapis
saat ini diproduksi oleh pengrajin dengan ragam hias yang bermacam-macam
sebagai barang komoditi yang memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi.
Kain
tapis merupakan salah satu jenis kerajinan tradisional masyarakat Lampung dalam menyelaraskan
kehidupannya baik terhadap lingkungannya maupun Sang Pencipta Alam Semesta.
Karena itu munculnya kain Tapis ini ditempuh melalui tahap-tahap waktu yang
mengarah kepada kesempurnaan teknik tenunnya, maupun cara-cara memberikan ragam
hias yang sesuai dengan perkembangan kebudayaan masyarakat.
Menurut
Van der Hoop disebutkan bahwa orang Lampung telah menenun kain brokat yang disebut nampan (tampan) dan kain pelepai sejak abad ke-2 Sebelum
Masehi. Motif kain ini ialah kait dan kunci (key and rhomboid shape),
pohon hayat, dan bangunan yang berisikan roh manusia yang telah meninggal. Juga
terdapat motif binatang, matahari, bulan serta bunga melati. Dikenal juga tenun kain tapis
yang bertingkat, disulam dengan benang sutera putih yang disebut Kain Tapis
Inuh.
Hiasan-hiasan
yang terdapat pada kain tenun Lampung juga memiliki unsur-unsur
yang sama dengan ragam hias di daerah lain. Hal ini terlihat dari unsur-unsur
pengaruh taradisi Neolitikum yang memang banyak ditemukan di Indonesia.
Masuknya
agama Islam di Lampung, ternyata juga memperkaya perkembangan kerajinan tapis.
Walaupun unsur baru tersebut telah berpengaruh, unsur lama tetap dipertahankan.
Adanya komunikasi dan lalu lintas antar kepulauan Indonesia sangat memungkinkan
penduduknya mengembangkan suatu jaringan maritim. Dunia kemaritiman atau
disebut dengan zaman bahari sudah mulai berkembang sejak zaman kerajaan Hindu Indonesia dan mencapai
kejayaan pada masa pertumbuhan dan perkembangan kerajaan-kerajaan islam
antara tahun 1500 - 1700 .
Sejarah tapis juga didapat dari Muhammad Ridho. Menurut Muhammad Ridho,yang melakukan penelitian terhadap Sejarah Tapis Masa Pra-Sejarah, berpendapat bahwa:
Sejarah
Tapis Sejak Masa Pra-Sejarah. Sejarah mencatat bahwa
masyarakat Lampung telah mengenal
tenun Pelepai dan Nampan sejak abad ke-2 SM. (menurut Van der Hoop = sejarawan asal Belanda).
Sejarah
juga mencatat bahwa Tapis Lampung telah disebutkan dalam prasasti Raja Balitung (Abad ke-9 M.) sebagai barang
yang dihadiahkan. Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa Tapis sejak jaman dahulu merupakan barang mahal, karena pada
dasarnya barang yang dihadiahkan adalah barang yg memiliki nilai-nilai tertentu.
Bersamaan pada abad tersebut kain songket
telah berkembang di lingkungan Kerajaan
Sriwijaya, dimana kain songket
telah ada sejak jaman Kerajaan
Malayu (Abad ke-5 M).
Penggunaan
benang emas dalam budaya tenun Indonesia merupakan hasil
kontak dagang dengan bangsa China
sebagai penemu benang emas sejak Masa
Sebelum Masehi.
Sejarah
mencatat pula, bahwa Bangsa Lampung
telah melakukan kontak dagang dengan Bangsa China sejak Abad ke-5 M, ketika Kerajaan P'o-Huang (dapat dieja
"Bawang" yang berarti Rawa dalam
Bahasa Lampung) mengirimkan
utusannya ke Negeri China pada Tahun 449 M. dengan membawa Upeti dan 41 jenis barang dari P'o-Huang yang diperdagangkan ke China (kitab Liu Sung Shu, 420-479 M.). Bahkan berdasarkan temuan keramik China masa Dinasti Han (203-220 M),
mengindikasikan bahwa perdagangan antara Bangsa Lampung Kuno dengan China telah berlangsung sejak awal Abad Ke-3
M.
Penggunaan
benang emas dan kapas dalam tradisi
tenun Lampung merupakan
kelanjutan dari teradisi menenun sejak jaman Perunggu atau Perundagian (antara 3000 - 1500 SM). Ini dapat
dilihat dari ragam motif pada kain-kain tapis kuno, kain inuh dan kain bidak yang bergaya Neolitikum, seperti: pucuk rebung, meander, manusia, pohon
hayat, sulur, binatang dll. Yang juga terdapat pada nekara dan bejana perunggu, serta pecahan-pecahan gerabah
Neolitikum.
Sebelum
mengenal kapas dari bangsa China dan India, masyarakat Lampung seperti juga masyarakat purba lainnya di dunia telah memanfaatkan kulit kayu (kulit
kayu tangkil), serat pisang, serat pandan, dll. untuk dipintal menjadi
benang sebagai bahan dasar kain tenun.
Untuk
masyarakat Lampung, penggunaan benang
emas, benang perak dan kaca merupakan kelanjutan dari tradisi prasejarah, dimana pada
masa itu masyarakat Lampung purba menghiasi kain tenun mereka
dengan menempelkan atau menyulam benda-benda yang dianggap berharga atau
memilki kekuatan magis seperti manik-manik, kulit kerang, kepingan logam (perunggu), maupun sulaman
benang / serat-serat berwarna terang, hal ini mungkin berkaitan dengan status sosial
masyarakat pada masa itu, dimana semakin semarak ragam hias pakaian atau kain
tenun tersebut, maka semakin tinggi pula status sosialnya.
Sisa-sisa tradisi ini masih dapat
kita temui dalam kain tapis kuno, kain inuh, kain bidak, maupun pada tradisi manik-manik Lampung seperti pada lakkai
(wadah seserahan, terbuat dari anyaman
bambu atau rotan) dan peleppai manik-manik maupun pada benda-benda peniggalan budaya lainnya.
Setelah
kontak dagang dengan Bangsa China dan India terjadi, maka mulailah mereka mengenal
penggunaan kapas dan menghiasinya dengan barang-barang impor seperti benang emas, benang perak,
benang sutera alam, dan kaca. Dan
banyak mengalami perkembangan motif seiring dengan perubahan jaman sampai
masuknya pengaruh Islam yang sangat besar, dan semakin menambah kekayaan ragam
hias dan jenis dari kain tapis Lampung
itu sendiri..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar